"Transit-Oriented Development adalah pembangunan yang berorientasi pada pemanfaatan angkutan umum sebagai penopang mobilitas dalam tatanan kehidupan masyarakat"
Beberapa tahun terakhir istilah Transit-Oriented Development atau disingkat dengan TOD menjadi populer, khususnya dalam hal pembangunan perkotaan.
Istilah yang diambil dari bahasa asing ini secara bahasa dapat diartikan menjadi Pembangunan Beorientasi Pada Angkutan Umum. Dengan kata lain dapat diartikan TOD adalah pembangunan ~development yang berorientasi ~oriented pada pemanfaatan angkutan umum ~transit (sebagai penopang mobilitas dalam tatanan kehidupan masyarakat).
Elemen yang cukup jelas yang tersirat secara langsung secara bahasa dari istilah TOD adalah penataan sistem transportasi khususnya angkutan umum massal. Adapun sasaran turunan dari persoalan-persoalan selanjutnya antara lain terkait isu penataan ruang, lingkungan, sosial, ekonomi serta peningkatan kualitas kota, serta hal-hal lainnya yang dapat menunjang sistem transportasi.
Istilah yang diambil dari bahasa asing ini secara bahasa dapat diartikan menjadi Pembangunan Beorientasi Pada Angkutan Umum. Dengan kata lain dapat diartikan TOD adalah pembangunan ~development yang berorientasi ~oriented pada pemanfaatan angkutan umum ~transit (sebagai penopang mobilitas dalam tatanan kehidupan masyarakat).
Elemen yang cukup jelas yang tersirat secara langsung secara bahasa dari istilah TOD adalah penataan sistem transportasi khususnya angkutan umum massal. Adapun sasaran turunan dari persoalan-persoalan selanjutnya antara lain terkait isu penataan ruang, lingkungan, sosial, ekonomi serta peningkatan kualitas kota, serta hal-hal lainnya yang dapat menunjang sistem transportasi.
Namun demikian, perkembangan yang terjadi, seperti terjadi penyimpangan akan makna dari TOD. Popularitas istilah TOD hanya dimanfaatkan sebagai tagline yang disematkan oleh pengusaha properti (pengembang) yang dipromosikan sebagai nilai tambah produk propertinya. Para pengembang tersebut cukup lihai memanfaat istilah yang ke-kini-an dalam menjual properti dengan membuat rencana fungsi campuran (mixed- use) antara perumahan, komersial dan perkantoran dalam suatu kawasan pengembangan yang sangat terbatas dengan bermodalkan lokasi yang terletak berdekatan dengan sarana transportasi publik, diantanya dekat stasium KRL atau stasiun LRT yang saat ini masih dalam proses pembangunan.
"Menyentil" kemunculan fenomena ini, muncul istilah baru dikalangan pemerhati kota yaitu RSSSS dengan kepanjangan Rumah Susun Sederhana Samping Stasiun, sebagai "plesetan" istilah yang ada sebelumnya yatu RSS (Rumah Susun Sederhana).
Penjelasan TOD dalam situs ITDP Indonesia |
Hal ini mungkin tidak terlepas dari penjelasan akan makna TOD itu sendiri yang sepertinya dipahami secara kurang tepat. Diataranya dijelaskan oleh lembaga yang membidangi transportasi, salah satunya oleh ITDP (Istitute for Transpotation and Development Policy) dengan penjelasan sebagai berikut :
A transit-oriented development (TOD) is a mixed-use residential and commercial area designed to maximize access to public transport, and often incorporates features to encourage transit ridership. A TOD neighborhood typically has a center with a transit station or stop (train station, metro station, tram stop, or bus stop), surrounded by relatively high-density development with progressively lower-density development spreading outward from the center.
Jika kita baca makna TOD yang dijelaskan sebagaimana tersebut di atas, maka orientasi pemahaman yang tersirat pertama kali adalah suatu area yang memiliki fungsi campuran (mixed-use) sebagai perumahan maupun komersial. Penjelasan selanjutnya dijabarkan bahwa area dimaksud didisain memaksimalkan akses pemanfaatan fasilitas angkutan umum, dengan sarana dan prasarana yang mendorong peningkatan penggunaan angkutan umum. Dimana pada pusat kawasan TOD secara tipikal terdapat stasiun kereta (atau angkutan publik lainnya) yang dikelilingi dengan lingkungan padat penduduk dan terus menyebar hingga lingkungan dengan kepadatan yang rendah.
Penjelasan di atas cendrung mengartikan TOD sebagai penataan suatu area (dalam ruang terbatas), sedangkan sarana dan prasarana angkutan umum hanya sebagai elemen pelengkap penataan area tersebut. Kemunculan istilah "kawasan TOD" yang sering dimunculkan dalam rencana program pembangunan, mempertegas bahwa pemahan umum terhadap TOD telah terdistorsi sebagai suatu kegiatan penataan yang terbatas pada area atau kawasan tertentu, secara lokal.
Perlu dipahami bahwa TOD merupakan pilihan dalam melaksanakan pembangunan. Ginanjar Kartasasmita (1994) memberikan pengertian yang sederhana dari "Pembangunan", yaitu sebagai “suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana”. Konsep TOD ini berkembang sebagai dampak dari kondisi yang terjadi dimana seringkali pemasalahan transportasi muncul sebagai persoalan pembangunan, sebagaimana tumbuhnya kemacetan lalu-lintas di kota-kota besar dunia, termasuk di Indonesia.
Persoalan kemacetan di kota-kota besar tersebut dinilai menjadi permasalahan pembangunan, dan menumbuhkan persoalan-persoalan turunan diantaranya masalah lingkungan seperti polusi, persoalan sosial diantaranya menurunnya ketertiban, dan persoalan ekonomi akan tingginya biaya hidup masyarakat, hingga isu keberlajutan (sustainability). Untuk menanggulangi permasalahan tersebut, peningkatan pemanfaatan angkutan umum massal, dipercaya menjadi solusi untuk memecahkan persoalan tersebut.
Dengan pejabaran tersebut, maka strategi utama TOD seharusnya adalah peningkatan atau revitalisasi sistem angkutan umum massal. Sedangkan penataan area atau kawasan, baik dengan menyediakan fungsi tertentu ataupun campuran (mixed-use) dilakukan sebagai bagian dari rencana program pembangunan, dengan mempertimbang kinerja angkutan umum massal yang tersedia atau rencana yang akan disediakan, bersamaan dengan peningkatan elemen-elemen kota lainnya.
Jadi, TOD tidak seharusnya diartikan sebagai penataan kawasan (dalam ruang yang sempit/terbatas), karena penyediaan angkutan umum massal sebagai strategi utama TOD, tidak akan mungkin berhasil, bila hanya diimplementasikan secara terbatas pada suatu ruang yang sempit. Program-program pembangunan, termasuk penataan kawasan, harus didisain sedemikian rupa, untuk memastikan sistem angkutan umum massal berjalan optimal sebagai penopang mobilitas dalam tatanan kehidupan masyarakat untuk mewujudkan kemajuan dan keberlanjutan.
Perlu dipahami bahwa TOD merupakan pilihan dalam melaksanakan pembangunan. Ginanjar Kartasasmita (1994) memberikan pengertian yang sederhana dari "Pembangunan", yaitu sebagai “suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana”. Konsep TOD ini berkembang sebagai dampak dari kondisi yang terjadi dimana seringkali pemasalahan transportasi muncul sebagai persoalan pembangunan, sebagaimana tumbuhnya kemacetan lalu-lintas di kota-kota besar dunia, termasuk di Indonesia.
Persoalan kemacetan di kota-kota besar tersebut dinilai menjadi permasalahan pembangunan, dan menumbuhkan persoalan-persoalan turunan diantaranya masalah lingkungan seperti polusi, persoalan sosial diantaranya menurunnya ketertiban, dan persoalan ekonomi akan tingginya biaya hidup masyarakat, hingga isu keberlajutan (sustainability). Untuk menanggulangi permasalahan tersebut, peningkatan pemanfaatan angkutan umum massal, dipercaya menjadi solusi untuk memecahkan persoalan tersebut.
Stasiun Tanah Abang (Photo: Jejak) |
Jadi, TOD tidak seharusnya diartikan sebagai penataan kawasan (dalam ruang yang sempit/terbatas), karena penyediaan angkutan umum massal sebagai strategi utama TOD, tidak akan mungkin berhasil, bila hanya diimplementasikan secara terbatas pada suatu ruang yang sempit. Program-program pembangunan, termasuk penataan kawasan, harus didisain sedemikian rupa, untuk memastikan sistem angkutan umum massal berjalan optimal sebagai penopang mobilitas dalam tatanan kehidupan masyarakat untuk mewujudkan kemajuan dan keberlanjutan.
0 comments:
Post a Comment