Saham adalah suatu instrumen investasi keuangan yang dapat memberikan keuntungan yang besar. Namun hati-hati, jika tidak cermat, membeli saham juga dapat mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit, bahkan resiko terburuknya modal investasi anda juga bisa habis tak tersisa.
Anda yang mengamati pergerakan harga saham tentunya bisa melihat, bahwa harga saham selalu berfluktuasi dari waktu ke waktu. Fluktuasi harga tersebutlah yang membuka kesempatan bagi seseorang untuk meraih keutungan, namun di sisi lain juga memberikan resiko kerugian bagi investor atau trader yang membeli suatu saham.
Bagaimana caranya agar investasi saham menghasilkan cuan (keuntungan)?
Harus dipahami bahwa investasi saham pada prinsipnya adalah membeli (sebagian) kepemilikan perusahaan yang diwakili oleh jumlah saham. Oleh karena itu cara untuk mencari tahu apakah suatu saham layak investasi saham adalah mengevaluasi harganya apakah berada pada nilai perusahaan yang layak untuk dimiliki.
Bagaimana caranya? Ilustrasi sederhana berikut ini mudah-mudahan bisa menumbuhkan pemahaman anda dalam menilai harga suatu perusahaan.
Bayangkan jika anda memiliki barang, misalnya saja sebuah mobil dan anda hendak menjualnya. Maka untuk menentukan harga jualnya mungkin cukup sederhana, anda bisa mencari referesi harga mobil bekas yang setara atau sebanding di pasaran dan kemudian menilai sendiri kondisi kendaraan anda setelah itu anda tentunya bisa menentukan harga jual wajar dari mobil anda.
Pertimbangan menentukan harga jual akan berbeda, jika anda melakukan jual-beli mobil sebagai bisnis untuk mendapatkan keuntungan. Harga mobil bekas dipasaran tentunya akan tetap menjadi referensi, namun akan ada faktor tambahan yang diperhatikan, antara lain harga atau modal awal ketika anda mendapatkan mobil bekas tersebut, kemudian jika telah dilakukan perbaikan maka biayanya akan diperhitungkan dan tidak lupa tingkat keuntungan yang diinginkan. Dari beberapa komponen tersebut barulah anda menentukan harga jualnya. Meskipun demikian, tingkat harga tersebut juga akan menjadi penentu apakah mobil bekas anda akan bisa dengan mudah dijual karena harganya wajar, atau tak kunjung laku akibat harganya kemahalan?
Bagaimana pula jika anda memiliki Usaha atau Perusahaan yaitu sebuah Showroom mobil, pada daerah yang strategis, karyawan yang cakap dan trampil dalam bekerja, dengan tingkat penjualan dengan keuntungan yang cukup baik, namun pada suatu saat anda membutuhkan dana yang mana cara untuk mendapatkan dana tersebut anda harus menjual showroom mobil yang anda miliki tersebut. Bagaimana caranya menentukan harga yang pantas kepada calon pembeli yang berminat pada showroom mobil tersebut?
Untuk bisa menjawabnya cobalah berpikir secara terbalik dengan mengasumsikan posisi anda sebagai pembelinya. Yaitu pembeli yang akan meneruskan menjalankan "bisnis" Showroom mobil. Faktor utama yang dipertimbangkan dalam menjalankan suatu "bisnis" secara umum adalah "Berapa besar modal yang harus dikeluarkan?" dan "Berapa besar keuntungan yang dapat dihasilkan dari usaha bisnis tersebut?", serta "Apakah badan usaha tersebut memiliki hutang yang membebani keuangannya?". Nilai asetnya mungkin tidak lagi menjadi acuan harga yang dominan, karena selama dijual pada harga dengan potensi mencetak keuntungan bisnisnya yang masih layak, tentunya harga itu bisa menjadi harga menarik bagi orang lain untuk membeli dan meneruskan bisnisnya.
Situasi inilah yang bisa dianalogikan sepertihalnya mencari harga yang layak dalam investasi sahan dimana dalam analisa saham dengan pendekatan fundametal dikenal beberapa indikator antara lain Price to Book Value (PBV), Earning Per Share (EPS) dan Debt to Equity Ratio (DER).
>>> Mengukur rasio harga saham dibandingkan kekayaan bersih perusahaan (PBV)
Price to Book Value (PBV) dihitung untuk mendapatkan gambaran seberapa besar dana yang dikeluarkan untuk membeli perusahaan yang dihitung berdasarkan nilai kekayaan bersih (ekuitas) atau disebut juga nilai bukunya. Misalkan, setelah dihitung diperoleh PBV sebesar 2x, artinya harga saham sudah tumbuh sebesar dua kali lipat dibandingkan kekayaan bersih suatu perusahaan. Berikut ini adalah cara menghitungnya,
PBV = Harga Saham : Nilai Buku per Lembar Saham (BVPS)
dimana
BVPS = Kekayaan Bersih (Ekuitas) : Jumlah Lembar Saham Beredar
Jika PBV < 1 artinya harga saham dipasaran saat ini lebih rendah dari nilai kekayaan bersih perusahaan. Namun jika PBV > 1 artinya harga saham dipasaran saat ini lebih tinggi dari nilai kekayaan bersih perusahaan.
PBV yang semakin tinggi bisa dianalogikan bahwa saham tersebut semakin mahal, sebaliknya semakin rendah bisa dianalogikan bahwa harga saham semakin murah.
>>> Mengukur kemampuan Perusahaan meraih keuntungan dengan PER
Selain nilai PBV, seorang investor juga perlu mempertimbangkan berapa besar keuntungan yang dapat dihasilkan dari bisnis tersebut. Sebagai indikatornya investor dapat menghitung Price to Earning Ratio (PER) yaitu rasio laba bersih per lembar saham dibandingkan harga sahamnya. Dimana untuk mendapatkan PER, kita perlu terlebih dahulu menghitung rasio laba bersih per lembar saham atau Earning Per Share (EPS) dengan cara sebagai berikut,
EPS = Laba Bersih : Jumlah Total Lembar Saham yang Beredar
Misalkan didapatkan EPS bernilai Rp100, artinya setiap lembar saham menghasilkan laba sebesar Rp 100 bagi perusahaan.
Perusahaan yang memiliki EPS meningkat dari waktu ke waktu (trend positif) menunjukkan penjualan dan labanya naik sehingga perusahaan berpotensi bertumbuh dengan baik. Sebaliknya, EPS yang turun menunjukkan penurunan penjualan dan laba.
Apabila EPS sudah diketahui, maka PER dapat dihitung dengan cara sebagai berikut
PER = Harga Saham : Laba per Lembar Saham (EPS)
PER dihitung untuk mendapatkan gambaran berapa lamanya waktu yang dibutuhkan perusahaan untuk menghasilkan dana senilai harga sahamnya (balik modal). Misalnya, setelah dihitung saham suatu perusahaan seharga Rp 100 diperoleh EPS sebesar Rp 20 per tahun, artinya saham tersebut memiliki PER sebesar: Rp 100 : Rp 20 per tahun = 5x (tahun).
Artinya jika laba perusahaan tetap Rp20 per tahun, dibutuhkan waktu 5 tahun untuk menghasilkan pendapatan hingga dapat menghimpun dana senilai harga sahamnya. Semakin besar PER artinya perusahaan tersebut memiliki penghangasilan yang semakin kecil dibandingkan harga sahamnya.
>>> Mengukur beban Perusahaan dengan DER?
Debt to Equity Ratio (DER) adalah rasio jumlah hutang dan kewajiban yang dimiliki perusahaan dibandingkan dengan kekayaan bersihnya.
DER = Total Kewajiban (Hutang) : Kekayaan Bersih
DER merupakan salah satu indikator kesehatan keuangan perusahaan, yang dihitung untuk mendapatkan gambaran potensi kemampuan perusahaan dalam menyelesaikan kewajiban hutang-hutangnya. Misalnya, setelah dihitung didapatkan DER < 1, maka menunjukkan bahwa perusahaan memiliki hutang lebih sedikit dibandingkan kekayaan bersihnya, sedangkan bila DER > 1, maka perusahaan memiliki hutang lebih besar dari kekayaan bersihnya.
Sebaiknya hindari perusahaan dengan DER yang besar, misalnya dengan rasio > 1, karena jika suatu perusahaan memiliki hutang yang besar, maka hal tesebut sedang menghadapi berisiko kestabilan keuangan dan kelangsungan perusahaan.
>>> Berapa nilai PBV, PER serta DER suatu saham yang dinilai layak investasi?
Tidak ada rumus baku dalam menentukan harga suatu saham berada pada tingkat harga yang murah atau mahal. Namun sebagai gambaran awal mungkin bisa mempertimbangkan pendekatan bahwa saham yang mungkin layak untuk investasi adalah dari perusahaan yang harga sahamnya maksimal setara atau lebih murah dari nilai kekayaan bersihnya (PBV < 1) dimana pendapatannya diharapkan bisa menutupi modal awal pembelian saham dalam waktu maksimal 15 tahun (PER < 15) dengan beban hutang yang tidak melampaui kekayaan bersihnya (DER < 1).
Perlu juga dipahami bahwa suatu perusahaan bukanlah benda mati, setiap perusahaan memiliki keunggulan dan kelemahan dimana dalam perjalannya akan menemui tantangan dan peluang dalam menjalankan bisnisnya. Hal-hal tersebut akan berdampak pada kinerja perusahaan dari waktu ke waktu, yang pada akhirnya mempengaruhi pandangan investor dan trader dalam menilai harga sahamnya.
Dan setiap investor bisa aja memiliki tingkat keberanian yang berbeda beda dalam menghadapi resiko fluktuasi harga saham sepanjang perjalanan investasinya. Seberapa dalam investor mengetahui informasi, seberapa besar ia melihat peluang dan tingkat keberaniannyalah yang menjadi penentu dalam mengambil keputusan investasinya.
Disclaimer!
Artikel ini bukan acuan, rekomendasi atau ajakan Investasi. Keputusan dan resiko investasi menjadi tangungjawab masing-masing investor. Referensi Disclaimer On!
0 comments:
Post a Comment