15 April 2025

Kenapa Negara Tidak Mencetak Uang Lebih Banyak untuk Memenuhi Kebutuhan?

www.freepik.com
Kalau pemerintah punya kewenangan untuk mencetak uang sebanyak-banyaknya untuk memenuhi kebutuhan negara, kenapa hal tersebut tidak dilakukan? Bukankah dengan dengan mencetak uang semua proyek bisa dibayarkan, infrastruktur bisa dibangun, sarana bisa dibeli dan bantuan kepada masyarakat bisa disalurkan sehingga tidak ada lagi kemiskinan? Sayangnya, ekonomi tidak bekerja seperti itu.

Berikut penjelasan sederhananya:


1. Semakin banyak uang dicetak, tidak membuat negara semakin kaya.

Pernah dengar mata uang Dolar Zimbabwe dan Boliviar Venezuela, kedua mata uang tersebut adalah contoh nyata mata uang suatu negara yang hancur nilainya akibat negara terlalu banyak mencetak uang. 

BBC memberitakan, pada tahun 2018 Mata uang Bolivar Venezuela begitu ambruk nilainya jadi hampir tidak berharga, menyusul kemerosotan ekonomi yang parah. Nilai US$1 saat itu bisa setara lebih dari 6,3 juta Bolivar, bayangkan contoh dampaknya, hanya untuk membeli kertas tisu warga Venezuela harus membayar sebesar 2,6 juta, daging ayam 14,6 juta.

Nilai yang mata uang rendahnya gila-gilaan itu pernah terjadi dengan mata uang dolar Zimbabwe pada masa Robert Mugabe -yang di saat puncak hiperinflasi pada 8 November 2008, bahkan nilai tukar US$1 sama dengan 669miliar Dolar Zimbabwe.

Bahkan negara besar Jerman juga pernah merasakan hal tersebut. Setelah kalah dalam pada Perang Dunia I, Jerman dihadapkan pada situasi ekonomi yang morat-marit. Spiegel menuliskan, pada 1914, 1 dolar AS setara dengan 4,2 papiermark (mata uang Jerman saat itu). Pada November 1923, 1 dolar AS senilai dengan 4,2 triliun papiermark. Inilah dampak dari kebijakan cetak uang secara gila-gilaan sepanjang perang.


2. Semakin banyak uang beredar semakin rendah nilainya.

Mengapa nilai mata uang bisa turun? Sebagaimana hukun kebutuhan dan persediaan (deman and supply) dalam ekonomi, semakin banyak barang beredar di pasar maka harga jualnya bisa menjadi lebih rendah, analogi yang sama juga berlaku jika uang terlalu banyak beredar, nilai uang akan semakin rendah.

Bayangkan jika ada dua orang membutuhkan sebungkus nasi untuk makan, dimana penjual saat itu hanya memiliki satu bungkus nasi untuk dijual, maka sangat terbuka kemungkinan penjual menjual nasi bungkus pada mereka yang mau membayar lebih tinggi.

Dan jika kedua orang itu sama-sama memiliki uang yang banyak, kemampuan mereka untuk membayar juga akan sama-sama meningkat. Sehingga, jika sebelumnya sebungkus nasi mungkin diperjual-belikan pada harga Rp 15.000, bukan tidak mungkin terjadi peningkatan harga hingga Rp 20.000 untuk satu bungkus nasi yang diperebutkan.

Berubahnya harga menjadi lebih mahal untuk, mendapatkan barang yang sama artinya nilai mata uang tersebut turun. Dalam ilmu ekonomi hal ini disebut dengan inflasi.


3. Nilai mata uang bukan terletak pada angka tetapi pada kepercayaan kolektif masyarakat.

Hal di atas adalah gambaran mencetak uang yang mengakibatkan uang beredar meningkat dapat menyebabkan inflasi. Uang berlebih beredar, tetapi jumlah barang tetap maka harga-harga akan bergerak naik. Pada tingkat masyarakat harga-harga terbentuk sebagai kesepakatan kolektif.

Dalam perekonomian global, masyarakat dunia dapat melihat apa yang terjadi dalam suatu negara. Dengan ilmu dan informasi yang tersedia pelaku ekonomi bisa mengetahui, apa saja yang dilakukan suatu negara.

Mencetak uang tidak akan menyelesaikan masalah kebutuhan suatu negara, bahkan dapat menimbulkan turunnya kepercayaan masyarakat. Sebagus dan secanggih apapun pencetakan uang, nilai uang adalah kesepakatan kolektif, ia berharga karena kita mempercayainya, namun kepercayaan itu runtuh, uang hanya jadi kertas bergambar hasil mesin percetakan.

Bagaimana mungkin masyarakat dunia mempercayai nilai mata uang suatu negara, jika negara itu tidak menghargai mata uangnya sendiri.

Makanya, negara tidak bisa sembarang cetak uang!

0 comments: